Pak Kades Bungkam Soal Reaktor Nuklir di Jepara
JEPARA - Inilah repotnya menjadi pejabat pemerintahan tingkat bawah seperti kepala desa dan sekretaris desa di Desa Balong, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Ketika pemerintah pusat merencanakan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di desa itu, beberapa kali pejabat Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) datang melobi perangkat desa itu.
Sialnya – boleh dibilang begitu – para pejabat Batan belum mengajak musyawarah soal rencana PLTN kepada warga. Ketika gedung sebagai tempat koordinasi PLTN dibangun, kemudian menara antena didirikan di dekat kampung penduduk, warga setempat masih diam. Akan tetapi, saat penjelasan rencana pembangunan PLTN Muria justru datang dari luar kalangan pemerintahan si empunya gawe, barulah masalah muncul.
Sekitar 2.000 warga Balong, dari anak-anak hingga kakek-nenek yang sadar akan bahaya – juga manfaat PLTN – berunjuk rasa, Senin (237). Mereka takut tempatnya menjadi sumber bahaya pembangkit listrik dengan taruhan nyawa akibat reaktor nuklir itu.
Dengan dukungan para mahasiswa yang lebih luas pengetahuannya yang memahami bahaya nuklir lebih besar daripada manfaatnya, ribuan warga itu turun ke jalan. Mereka menenteng spanduk bertuliskan anti-nuklir. Lengkap sudah, wong ndesa yang “katrok” itu mendadak jadi pandai berunjuk rasa memperjuangkan hak hidupnya. Hak untuk menjauhi bahaya.
Mereka menjemput dua anggota DPR RI Ketua Komisi VII Sony Keraf dan Wakil Ketua Komisi VII Alvin Lie, serta Patria Rahmadi dan Sarwono dari Komisi C DPRD Jawa Tengah, yang mereka harapkan bisa memperjuangkan suara mereka ke pemerintah pusat.
“Kami tidak pernah diajak bicara soal PLTN itu. Para pejabat dari atas (maksudnya Batan) hanya menemui perangkat desa. Setelah itu, sejak tiga tahun lalu mulai didirikan menara dan bangunan ini. Semua itu didirikan di atas tanah bengkok (kas) desa. Itu berarti tanah kami juga,” kata Sukardi, warga setempat.
Ketika itu rakyat bertemu wakil rakyat di Simpang Lima Desa Balong. Pada tengah hari, rombongan itu segera berjalan kaki ke balai desa yang jaraknya sekitar satu kilometer. Puluhan polisi tergopoh-gopoh mengamankan suasana. Tapi orang Jepara tetaplah orang desa yang cinta damai. Mereka tidak melakukan perbuatan anarkis secuil pun.
Di balai desa itu, Kepala Desa Wiyoto dan Sekretaris Desa Supardi dibuat tidak berkutik. Mereka terjebak di tengah massa yang sengaja menahannya. Rakyat Balong itu berteriak-teriak memprotes Pak Kades dan Pak Sekdes-nya.
Pak Kades dan Pak Sekdes pun tidak bisa berbuat apa-apa. Dari atas ia mendapat tekanan untuk menyetujui PLTN, dari bawah ia harus menyerap aspirasi warga yang menolak PLTN. Pejabat pemerintah tataran bawah ini serba salah. Mereka memilih bungkam seribu basa.
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
Dana Sosialisasi Rp 5 Miliar
Bila rakyat Balong bilang bahwa mereka tidak pernah diajak membicarakan PLTN, maka anggota DPR Alvin Lie menjelaskan bahwa ia mengetahui bahwa anggaran sosialisasi rencana pembangunan PLTN itu sebesar Rp 5 miliar. “Itu bohong!!! Bohong!!! Tidak ada sosialisasi di sini,” teriak massa.
“Saya akan membawa aspirasi warga Balong ke pemerintah pusat,” kata Alvin.
Alvin yang asal Semarang ini juga berjanji, bila warga Balong memang menolak rencana pembangunan PLTN, maka DPR akan mengusulkan perubahan peraturan pemerintah yang mengatur pembangunan PLTN ini.
Untuk memuaskan emosi, massa pengunjuk rasa akhirnya menempelkan spanduk dan poster di pintu gerbang lokasi pembangunan PLTN ini sebagai simbol penyegelan dan penolakan rencana pemerintah itu. Mereka menuntut pemerintah melakukan sosialisasi sebelum membangun PLTN. Mereka menuntut agar kantor koordinasi pembangunan PLTN di desa itu ditutup.
Rencana pembangunan PLTN Muria di Balong, Jepara, itu untuk memasok krisis tenaga listrik, pemerintah akan membangun empat reaktor nuklir yang masing-masing reaktor menghasilkan daya listrik 1.000 Megawatt. Pembangunan itu diharapkan sudah mulai menghasilkan listrik pada tahun 2016.n
Oleh
SU Herdjoko|Sinar harapan http://www.sinarharapan.co.id/berita/0707/24/nus03.html
Read More...!
1
comments
Kecelakaan Nuklir yang Pernah Terjadi
Menentang pembangunan PLTN... sumber energi lain masih banyak, kok tidak dimanfaatkan... contoh yang banyaaaakkkk di negara kita adalah panas bumi, matahari (all year long gitu loh), angin, laut...
sumber energi itu: 1. akan ada selamanya 2. energi bersih (artinya tidak banyak LIMBAH-nya) 3. ramah lingkungan...
kalau kita buat PLTN... kemana akan buang limbah radioaktifnya? yang simple saja tidak bisa, apalagi yang sangat membutuhkan skill khusus seperti ini...
contohnya seperti dibawah ini:
23 Juli 2007
Gempa, kebakaran dan kebocoran nuklir di Jepang
Kashiwazaki, Jepang — Gempa berskala 6.8 skala Richter mengguncang instalasi nuklir terbesar di Dunia hari Senin yang lalu (July 17), mengakibatkan terbakarnya sebuah transformer. Setelah kejadian tersebut, laporan-laporan tentang kebocoran-kebocoran lain di instalasi tersebut mulai terkuak.
Awalnya, pemilik PLTN yakni Tokyo Electric Power Company (TEPCO) menyatakan bahwa tidak terjadi kebocoran radioaktif. Namun setelah itu TEPCO mengakui adanya kebocoran kecil air yang mengandung material radioaktif. Ternyata volume kebocoran tersebut ditemukan lebih besar dari yang dilaporkan, dan air tersebut juga mengandung 50 persen lebih banyak kandungan material radioaktif dari yang semula diakui. Lebih jauh lagi, terungkap bahwa raturan barel-barel yang menyimpan limbah nuklir ternyata terguling akibat gempa dan puluhan tutupan barel-barel tersebut terlepas. Terungkap juga bahwa kandungan cobalt-60 dan chromium-51 terlepas ke atmosfir melalui cerobong pembuangan.
Sebuah Keberuntungan?
Tidaklah pantas mereka yang menyatakan bahwa masyarakat Kashiwazaki masih beruntung akan tidak lebih besarnya dampak gempa Senin kemarin. Ratusan masyarakat luka-luka akibat gempa dan sedikitnya 9 orang meninggal dan ribuan lainnya harus mengungsi. Bila saja salah satu dari empat reaktor yang ada mengalami gagal-fungsi pada sistem ‘coolant’ atau pendinginnya, akan terjadi bencana yang lebih besar lagi.
Berikut kutipan dari Citizens’ Nuclear Information Center:
Walaupun telah dilakukan penghentian operasional secara otomatis ketika gempa terjadi, bahan bakar di dalam pusat reaktor masih dalam keadaan sangat panas dan masih memerlukan aliran pendingin. Bila tidak, bahan bakar tersebut dapat meleleh dan melepaskan material-material radioaktif ke lingkungan sekitarnya. Dalam konsisi tertentu ledakan dapat juga terjadi.
TEPCO masih belum mengungkapkan apakah sistem transformer masih terus dioperasikan dan apakah generator darurat difungsikan.
Menurut koran Jepang Yomiuri Shimbun, TEPCO telah mengakui bahwa sistem tanggap darurat mereka tidak sepenuhnya sukses berfungsi dan pada saat bencana terjadi hanya empat pekerja yang ada untuk memadamkan api yang berkobar selama dua jam..
Tidak mengejutkan lagi
Dampak guncangan-guncangan yang terjadi ternyata lebih parah dari yang telah diperkirakan pada tahap PLTN tersebut dirancang-bangun, dan telah ada indikasi-indikasi baru bahwa ada jalur gempa yang sebelumnya tidak diketahui di bawah lokasi pembangkit nuklir itu. Jepang merupakan salah satu dari negara-negara di dunia yang rentan terhadap gempa, dan juga negara yang bergantung pada energi nuklir. Kedua hal tersebut bukanlah merupakan kombinasi yang bagus.
Lambatnya laporan-laporan tentang kebocoran-kebocoran maupun tumpahnya limbah tidak mengagetkan pada pemantau industri nuklir lagi. Namun hal itu kelihatannya semakin menguji kesabaran Pemerintah Jepang terhadap industri yang penuh skandal dalam dasawarsa terakhir ini.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menyatakan, “Mereka terlalu lambat memberi sinyal darurat. Saya telah memberikan instruksi tegas bahwa sinyal bahaya harus dikeluarkan secepat mungkin dan seserius mungkin.” Lanjut Abe, “Mereka yang terlibat harus melihat kembali dampak perbuatan mereka.”
"Tenaga nuklir hanya dapat beroperasi dengan dukungan penuh dan rasa percaya masyarakat,” ungkap Abe pada media.
Tanggapan Perdana Menteri Abe di atas menunjukkan bahwa industri nuklir Jepang telah merusak rasa percaya masyarakat negara tersebut.
Energi nuklir tidak pernah aman, dan selalu menjadi lebih buruk akibat kombinasi kebohongan publik, penutupan fakta serta lokasi jalur gempa.
Telah Banyak Pelajaran
Industri nuklir di Jepang, khususnya TEPCO, tidaklah awam dalam menghadapi skandal-skanda.
Pada tahun 2002, tiga pejabat tinggi TEPCO mengundurkan diri setelah mengakui bahwa perusahaan itu telah melanggar regulasi-regulasi keselamatan dan juga telah memalsukan dokumen-dokumen di tiga instalasi pembangkit mereka (termasuk Kashiwazaki). Seluruh 17 reaktor TEPCO dipaksa tutup setelah intestigasi tersebut. Kebohongan-kebohongan publik industri tersebut ternyata telah berlangsung sejak tahun 1980an.
Contoh-contoh lain:
Maret 2007 – Terkuak bahwa fasilitas nuklir Hokuriku tidak mengungkapkan kepada publik maupun para pengawas nuklir tentang satu insiden serius di pembangkit nuklir mereka di Shika yang pada tanggal 18 Juli 1999 gagal mengontrol fungsi pipa mereka.
April 2006 – Terjadi tumpahan cairan radioaktif yang mengandung plutonium sebanyak 40 liter di sebuah instalasi pengolah nuklir di Rokkasho-Mura.
Agustus 2004 – Ledakan pipa di pembangkit nuklir Mihama mengakibatkan 5 pekerja meninggal dunia.
July 2002 – Kiriman butir-butir plutonium ditolak Jepang setelah terkuak bahwa British Nuclear Fuels memalsukan dokumen tentang prosedur keamanan dalam proses produksinya.
September 1999 – Kesalahan prosedur di Tokaimura menyebabkan lepas kontrol operasi selama tiga hari. Tiga pekerja meninggal setelah mengalami radiasi dan masyarakat setempat dievakuasi.
GREENPEACE adalah organisasi kampanye yang independen, yang menggunakan konfrontasi yang kreatif dan tanpa kekerasan untuk mengungkap masalah lingkungan hidup, dan mendorong solusi yang diperlukan untuk masa depan yang hijau dan damai.
Read More...!
0
comments
Penolakan Rencana Pembangunan PLTN di Indonesia (Muria dan Madura)
Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan telah menandatangani kontrak untuk pembangunan PLTN di Indonesia. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) bekerjasama dengan Korean Hydro Nuclear Power Co. LTD, (KHNP) telah menandatangani kesepakatan kerjasama terkait rencana pembangunan PLTN Muria. Sebelumnya sejak tahun 80-an pihak NewJEC, sebuah anak perusahaan dari Mitsubitshi Heavy Industries, di Osaka, Jepang, telah
menandatangani kontrak untuk membangun dan melakukan studi kelayakan di Jepara. Perkembangan selanjutnya pihak KHNP yang sebetulnya adalah anak perusahaan dari KEPCO Korea mendapatkan kontrak untuk melakukan feasibility study (studi kelayakan) dan pembangunan PLTN di Jepara. PLTN Muria menurut rencana akan dibangun mulai tahun 2011 dengan kapasitas 6000 MW. PLTN ini menggunakan teknologi yang saat ini banyak dipakai di dunia yaitu PWR (Pressurized Water Reactor) yang sementara ini dinilai aman oleh beberapa pihak. Studi kelayakan yang dilakukan oleh NewJEC maupun nantinya oleh KHNP, tidak memperhitungkan posisi Jepara yang memiliki gunung Muria yang saat ini tidak aktif. Bencana akan lebih besar apabila pada saat PLTN beroperasi, gunung Muria kembali aktif. Resiko semacam ini selalu diabaikan walaupun sejarah gunung berapi menunjukkan bahwa mereka bisa aktif lagi. Dari pemantauan di lapangan, studi kelayakan yang dilakukan oleh pihak NewJEC sangatlah sedaerhana dan memungkinkan adanya kesalahan penghitungan yang bisa mengakibatkan bencana di tanah air.
Daerah calon tapak proyek pembangunan PLTN Muria terletak di area perkebunan kakao di Ujung Lemah Abang, Ujung Watu dan Ujung Genggrengan di Kecamatan Bangsri dan Keling kabupaten Jepara Jawa Tengah. Lokasi calon tapak proyek terletak di tanah milik negara. Hal ini sengaja dilakukan untuk menghindari penolakan dari masyarakat sekitar terhadap proses ganti rugi yang selama ini selalu merugikan masyarakat. Beberapa waktu lalu pihak NewJEC juga melakukan feasibility study dan kelihatannya masih banyak kekurangan masyarakat tidak banyak diperdebatkan dalam hasil feasibility study tersebut. Sementara ini, BATAN sedang mengusahakan untuk membuat regulasi yang mengacu pada UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaga-Nukliran.
Persoalan timbul karena dalam UU Ketenaga-Nukliran disebutkan bahwa segala keputusan tentang ketenaganukliran ada di tangan Presiden. Sementara saat ini peran pemda sangat dominan dalam pengambilan keputusan. Konflik kepentingan dan rancunya UU yang dibuat sebelum era otonomi daerah akan menjadi besar dalam beberapa tahun ke depan. Sementara itu, titik lemah dari otonomi daerah untuk proyek PLTN yang hanya mengacu pada keputusan daerah akan mengakibatkan bencana bawaan kepada daerah sekitar termasuk wilayah Indonesia. Apabila terjadi kecelakaan PLTN di Indonesia, maka radiasinya akan sampai ke negara-negara tetangga sehingga PLTN bukan hanya isu lokal tapi juga nasional bahkan internasional.
Pada tanggal 10 Oktober 2001 BATAN bersama KAERI (Korean Atomic Energy Research Institute) telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) sebesar 200 juta dollar untuk studi kelayakan (feasibility study) berkaitan dengan rencana pembangunan PLTN Madura tahun 2008[1] yang diharapkan beroperasi pada tahun 2015. PLTN yang akan dikembangkan di Madura adalah PLTN SMART (System Modular Advanced Reactor) 2 unit @ 100 MW. PLTN ini menggunakan teknologi desalinasi (proses penyulingan air laut menjadi air tawar) yang akan menghasilkan listrik 200 MW, air bersih 4000 m3/hari dan air laut tua yang akan dengan mudah diolah menjadi garam. PLTN SMART yang akan dikembangkan di Madura hingga saat ini belum mendapatkan sertifikat jaminan keamanan internasional dari IAEA (International Atomic Energy Agency). Korea Selatan sedang mengembangkan PLTN kecil ini yang diharapkan selesai tahun 2005 dan segera mendapatkan sertifikat keamanan internasional sehingga pada tahun 2008 dapat dikembangkan di Madura.
Sebagaimana telah disebutkan, PLTN SMART yang akan dibangun di Madura menggunakan teknologi desalinasi. Proses ini akan menghasilkan air bersih dan garam yang berasal dari penyulingan air laut. Dengan bahan baku air laut ini, sumber air di Madura tidak akan terganggu. Air laut itu juga akan digunakan untuk mendinginkan reaktor yang di dalamnya bersuhu 5000 derajad celcius. Setelah itu air akan dibuang ke laut[2]. Bencana besar akan menimpa konsumen pemakai air tawar yang dihasilkan dari kombinasi PLTN dan proses Desalinasi. Radiasi nuklir akan dengan mudah menyebar dalam air tawar dari proses tersebut dan konsumen akan tercemar oleh radiasi nuklir. Banyak pihak yang menyayangkan proses ini Karena akan membahayakan lingkungan.
KHNP yang akan membangun PLTN itu bukanlah perusahaan yang tanpa cacat dalam pengoperasian PLTN di negaranya sendiri. Banyak kasus kebocoran dan kegagalan yang terjadi dari 16 reaktor PLTN yang dimiliki oleh KHNP. Di Korea sendiri mereka masih memiliki dua buah PLTN yang dalam proses pembangunan. Berita terakhir yang kami terima dari kawan-kawan di KFEM sebuah organisasi anti nuklir yang kuat di Korea Selatan menyebutkan kutipan di bawah ini:
I heard about the plan of KHNP (Korean Hydro Nuclear Power) about Indonesia for changing sea water into fresh water recent. It's so terrible plan!!!!
The reactors must be Korean style. They are so troublesome here.
Before official operation, the 7 parts (thermal sleeves, safety devices) of 8 were broken away and the inside of reactor was damaged in two reactors (YoungGwang 5th, 6th) that are all of Korean style reactors in the end of 2003. And KHNP didn't know for 1 year the situation and don't know the reason still now. And the radioactive substances were leakage for 5 days from first system to 2nd system and contaminated buildings where persons are working in YoungGwang 5th, 22nd Dec. 2003. But they didn't know that and the substances got away to sea with 3,500 ton waste water. They don't know the reason still now too. Korean style reactor is very danger. So, Chinese government doesn’t in mind korean style reactor in their new NPP plan.
(Di PLTN Young Gwang 5 dan 6 pada akhir tahun 2003 terjadi kecelakaan justru sebelum dioperasikan. 7 bagian dari 8 bagian batang thermal[3] dan peralatan keselamatan rusak di dalam reaktor. Radioaktif bocor selama 5 hari dari sistem pertama ke sistem yang kedua dan mengontaminasi bagunan-bangunan di PLTN Young Gwang 5 pada tanggal 22 Desember 2003. Pihak pengelola PLTN tidak mengetahui adanya kebocoran dan bahan radio aktif tersebut bercampur dengan 3.500 ton limbah air (yang sebelumnya masuk ke reaktor sebagai pendingin) dan masuk ke perairan pantai di Korea. PLTN model Korea sangat berbahaya sehingga pemerintah China saja tidak menginginkan PLTN model Korea dibangun di China).
Menyoal kembali rencana Pembangunan PLTN Muria dan Madura, kita sepakati beberapa catatan dalam press conference ini, yaitu:
Tidak ada transparansi informasi dalam rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Muria yang meliputi 3 Kabupaten di Wilayah Gunung Muria maupun PLTN Madura di kecamatan Sokobanah dan Ketapang, Kabupaten Sampang, Madura. Sosialisasi yang dilakukan oleh BATAN melalui institusi Perguruan Tinggi, seperti Lembaga Penelitian Sosial Budaya Universitas Diponegoro dalam rencana pembangunan PLTN Muria dan Sosialisasi PLTN Madura oleh Lembaga Penelitian Masyarakat (LPM) Universitas Brawijaya bekerjasama dengan 4 Perguruan Tinggi di Madura (Universitas Trunojoyo di Bangkalan, STKIP PGRI di Sampang, Universitas Madura di Pamekasan dan Universitas Wiraraja di Sumenep) lebih banyak menyampaikan manfaat nuklir dan menutupi bahaya PLTN.
Keterlibatan masyarakat dalam proses sosialisasi hanya menjadi alat legitimasi. Ini terjadi di 3 kabupaten wilayah Muria Jawa Tengah dan Pulau Madura di Jawa Timur yang mengindikasikan bahwa proyek ini direncanakan secara sembarangan.
Tidak adanya jaminan 100% atas keamanan reaktor yang hanya berumur 30-50 tahun. Dengan tingkat bahaya pembuangan limbah radio aktif ribuan tahun oleh pemerintah sekarang atau rezim manapun ketika persoalan bahaya, siapakah yang berani menjamin keamanan PLTN?
Sehingga menurut kami, ada beberapa hal yang harus dilakukan:
Menolak rencana pembangunan PLTN di Indonesia.
Memprioritaskan penelitian dan penggunaan energi alternatif yang aman, bersih dan ramah lingkungan. Ini mengingat ketersediaan sumber daya alam di Indonesia masih cukup besar dan masih dapat dimanfaatkan lagi dengan asas keseimbangan lingkungan dan keadilan bagi masyarakat.
Menggunakan energi listrik secara efisien sehingga mampu mendorong distribusi energi yang adil bagi masyarakat miskin. Langkah ini merupakan prioritas yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia saat ini dan bukan memberi subsidii untuk masyarakat yang kaya (sektor industri).
Demikian pernyataan kami, terima kasih !!!
MANI (Masyarakat Anti Nuklir Indonesia)
WALHI Jawa Tengah
WALHI Jawa Timur
AM2PN (Aliansi Masyarakat Madura Pemerhati Nuklir)
Contact Person:
Yahdillah : 08122873965
Adi Nugroho : 08122613730
Mutmainnah : 081330507982
--------------------------------------------------------------------------------
[1] kepastian tahun pembangunan PLTN Madura dari berbagai media berbeda tetapi kelihatannya PLTN Madura akan lebih dulu dibangun. Jumlah reaktor yang akan dibangun di Madura berjumlah 2 reaktor sedangkan di Jepara sebanyak 12 reaktor.
[2] Kesalahan besar sering terjadi yakni adanya radiasi yang selalu terbawa oleh air yang dialirkan ke dalam pipa-pipa di dalam reaktor. Pipa tersebut mengalami reduksi kekuatan dan radiasi nuklir sering terbawa pada air yang sudah masuk ke dalam reaktor. Per di Jepang sebagai negara maju, banyak ikan yang mengalami mutasi bentuk di perairan sekitar PLTN.
[3] Batang thermal ini biasanya dibuat dari Cadnium yang disusun di dalam reaktor PLTN yang berguna untuk menangkap neutron dan atom yang bergerak liar di dalam PLTN sehingga bisa sedikit dikendalikan dan tidak terlalu banyak menabrak dinding dalam reaktor. Apabila batang-batang ini rusak, maka reaktor tidak akan bisa dikendalikan lagi sehingga dalam waktu yang singkat bisa terjadi kecelakaan atau meledaknya reaktor karena tingkat suhu di dalam reaktor tidak terkendali. Sama seperti yang terjadi di Chernobyl.
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:
Riza Damanik
Pengkampanye Isu Pencemaran dan Manajemen Bencana
Email Riza Damanik
Telepon kantor: +62-(0)21-791 93 363
Mobile:
Fax: +62-(0)21-794 1673
Read More...!
0
comments
Program Nuklir Indonesia-Australia: Satu Bencana Lagi di Depan Mata
Jakarta, 10 November 2006. Masyarakat sipil Indonesia dan internasional hari ini mengkritik perjanjian kerjasama yang akan ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan Australia karena perjanjian tersebut mencakup kerjasama program nuklir di antara banyak aspek lain yang cukup kontroversial.
Greenpeace, WALHI (Friends of the Earth Indonesia), MANUSIA (Masyarakat Antinuklir Indonesia), bersama-sama menyerukan kepada pemerintah Indonesia menghentikan upaya-upaya untuk mengembangkan energi nuklir di Indonesia.
Program pengembangan nuklir untuk tujuan damai akan menjadi bagian dari perjanjian yang disebut Kerangka Kerjasama Keamanan Indonesia-Australia yang akan ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer dan Menteri Luar Negeri Indonesia Hassan Wirayuda.
“Penandatanganan program nuklir ini hanya akan menyeret Indonesia kepada bentuk lain ketergantungan terhadap sumber energi dari luar, yang akan mempersulit tercapainya keamanan energi seperti yang diharapkan oleh pemerintah,” demikian dinyatakan oleh Torry Kuswardono, Manajer Kampanye Tambang dan Energi WALHI.
Realitas industri nuklir saat ini tidak berbeda dengan keadaannya pada abad ke-20 dimana bahaya adalah bagian integral yang tidak dapat dipisahkan. Dari waktu ke waktu kembali industri nuklir menunjukkan bahwa ”keamanan” dan ”energi nuklir” adalah dua terminologi yang tidak dapat disatukan.
Reaktor yang aman merupakan suatu mitos. Kecelakaan dapat terjadi di reaktor manapun, yang dapat menimbulkan terjadinya pelepasan radiasi yang mematikan dalam jumlah besar ke lingkungan. Bahkan dalam operasi normal materi radioaktif secara terus menerus dibuang ke udara dan air. Kecelakaan-kecelaka an di dalam industri nuklir telah terjadi jauh sebelum bencana Chernobyl di tahun 1986. Duapuluh tahun kemudian, industri nuklir diwarnai dengan berbagai kecerobohan, insiden, dan kecelakaan.
Reaktor-reaktor nuklir tua merupakan penyakit endemis yang menyebar di seluruh dunia, terutama akibat dampak operasi jangka panjang dan komponen-komponennya yang berukuran besar. Pada saat yang sama, operator nuklir pun secara terus menerus berusaha untuk menurunkan biaya dikarenakan tingkat persaingan yang ketat di pasar listrik dan demi untuk memenuhi harapan pemegang saham.
Nur Hidayati, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara menyatakan, “Banyak sekali masalah yang terkait dengan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), terutama masalah pembuangan limbah radioaktif. Dan ketika PLTN ditempatkan di wilayah dengan kondisi geologis yang rawan seperti Indonesia, ini hanya akan menempatkan masyarakat Indonesia ke dalam bahaya yang sangat besar.”
Berbeda dengan nuklir, energi terbarukan dan efisiensi energi dapat menyediakan kebutuhan energi lebih cepat dan lebih aman. Indonesia harus menjadi pelopor dalam pengembangan energi terbarukan di kawasan karena Indonesia diberkahi dengan sumber-sumber energi terbarukan yang potensial dan menunggu untuk dikembangkan.
Selain itu, seperti dinyatakan oleh Dian Abraham dari MANUSIA (Masyarakat Antinuklir Indonesia), ”Proses pengambilan keputusan rencana PLTN di Indonesia sama sekali mengabaikan partisipasi masyarakat termasuk ketentuan yang tercantum di dalam UU No. 10/ 1997 tentang Ketenaganukliran sehingga kontradiktif dengan proses demokratisasi yang saat ini sedang berlangsung di Indonesia. Oleh karena itu, sangat ironis apabila pemerintah Australia menutup mata terhadap keseluruhan proses tersebut dan mengutamakan aspek bisnis uranium semata.” (selesai)
Kontak:
Nur Hidayati, Juru Kampanye Iklim dan Energi, Greenpeace Southeast Asia, Mobile: +62-812-997- 2642
Torry Kuswardono, Manajer Kampanye Tambang dan Energi, WALHI (Friend of the Earth Indonesia), Mobile: +62-811-383- 270
Dian Abraham, Sekretaris Eksekutif, MANUSIA (Masyarakat Antinuklir Indonesia), Mobile: +62-815-948- 7094
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:
Torry Kuswardono
Pengkampanye Tambang dan Energi
Email Torry Kuswardono
Telepon kantor: +62-(0)21-791 93 363
Mobile:
Fax: +62-(0)21-794 1673
Read More...!
0
comments
Gempa di Laut Jawa; Memastikan PLTN Tidak Layak Dibangun
Jakarta 16 Agustus. Gempa bumi yang terjadi di sekitar laut Jawa Kamis (9/8) dinihari dengan kekuatan 7 skala richter memastikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir semakin tidak layak dibangun. Laut Jawa dan kawasan pantai utara Jawa, yang selama ini dinilai tidak memiliki risiko gempa bumi, hari Kamis, 9 Agustus lalu menunjukkan fenomena sebaliknya. Bisa dikatakan, wilayah di sepanjang Pantai Utara Jawa mengalami keberuntungan karena gempa terjadi pada kedalaman dibawah 300 km sehingga tidak mengalami kerusakan berarti.
Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Semenanjung Muria, Jawa Tengah, akan menambah risiko bencana karena hampir tidak ada wilayah di Indonesia yang tidak memiliki risiko gempa bumi. Insiden kecelakaan lepasnya radiasi nuklir di PLTN Kashizawaki-Kariwa Jepang yang terjadi bulan Juli lalu, mengajarkan bahwa tidak ada satupun desain PLTN dapat mengatasi fenomena alam seperti gempa bumi. Gempa yang terjadi itu berkisar pada 6.8 skala Richter menyebabkan 63 masalah dengan PLTN tersebut, 15 diantaranya terkait radioaktifitas, dimana terdapat 6 kasus kebocoran material radioaktif ke lingkungan dari PLTN terbesar di Jepang tersebut. Besaran gempa ini tidak pernah diantisipasi sebelumnya oleh para perancang PLTN Kashizawaki-Kariwa, yang dimiliki oleh Tokyo Electric Power Corporation (TEPCO).
Gempa yang menghantam PLTN di kawasan di Niigata Prefecture tersebut mengakibatkan kebocoran pipa yang menyebabkan lepasnya sejumlah gas radioaktif ke atmosfer dan limbah radioaktif ke badan air. Keberuntungan terhindar dari bencana akibat kebocoran radiasi yang lebih besar dapat dihindari karena sebagian besar reaktor nuklir dalam kompleks tersebut sedang tidak dioperasikan (shut down) karena sedang menjalani inspeksi dari badan keselamatan nuklir Jepang akibat pemalsuan data keselamatan reaktor PLTN oleh TEPCO, beberapa waktu sebelumnya. Jika tidak, bencana yang lebih besar akan terjadi yang dapat berdampak pada skala regonal.
Hingga kini tidak ada teknologi yang mampu meramalkan terjadinya gempa bumi. Kecelakaan PLTN akibat gempa bumi di Jepang membuktikan hal tersebut. Padahal Jepang selalu dianggap sebagai negara maju yang mampu mengantisipasi risiko gempa bumi. Pelajaran dari kasus gempa yang mengakibatkan insiden di PLTN Kashizawaki-Kariwa adalah sangat sukar menentukan standar keselamatan PLTN akibat gempa bumi. Pembangunan PLTN untuk mengantisipasi gempa bumi yang lebih tinggi akan memakan biaya yang sangat mahal, sekaligus membuat PLTN tersebut tidak ekonomis untuk dibangun, tetapi tidak ada jaminan bahwa PLTN akan aman sepenuhnya dari ancaman bencana karena gempa bumi,
Selain itu, di dalam UU no. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, secara tersirat pemerintah mengakui adanya kemungkinan kecelakaan PLTN akibat bencana alam seperti gempa bumi. Sayangnya, pemerintah justru mengabaikan kepentingan publik dan sebaliknya melindungi kepentingan industri nuklir. Pasal 32 menyatakan bahwa pemilik PLTN dibebaskan dari segala macam tanggung jawab terhadap kerugian nuklir yang diderita pihak ketiga akibat bencana alam dengan tingkat luar biasa yang melampaui batas rancangan persyaratan keselamatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan demikian, jika sebuah PLTN di Indonesia mengakibatkan kerugian nuklir pada masyarakat setelah terjadi gempa bumi yang ‘tingkatnya luar biasa’, maka masyarakat tersebut tidak dapat meminta pertanggungjawaban siapapun dan harus menanggung sendiri kerugian tersebut. Karena hal ini dijamin oleh UU, maka dapat disimpulkan bahwa ketentuan ini bahkan jauh lebih buruk daripada penanganan bencana lumpur Lapindo yang sebenarnya sudah sangat menyengsarakan masyarakat itu.
Oleh karena itu, sejumlah organisasi non pemerintah dan ormas, Wahana Lingkungan Indonesia (WALHI), Greenpeace Indonesia, IESR, Marem Jawa Tengah, MANUSIA, Institute for Global Justice (IGJ), dan Sarekat Hijau Indonesia mendesak agar rencana pembangunan PLTN di Indonesia dibatalkan. Tidak hanya karena ancaman bahaya PLTN terhadap publik adalah sesuatu yang nyata, tetapi juga karena adanya pengkhianatan pemerintah terhadap kepentingan rakyat yang terancam bahaya tersebut. Risiko terjadinya gempa bumi adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan, terutama setelah kejadian gempa bumi di Laut Jawa dan Jepang. Kalangan ornop dan ormas menilai pembangunan PLTN akan menambah risiko bencana lingkungan bagi Indonesia, khususnya penduduk Pulau Jawa yang adalah salah satu pulau terpadat di dunia, dan juga risiko bencana ekologis pada tingkat regional.
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Torry Kuswardono-WALHI, HP: 0811-383270
Nurhidayati-Greenpeace Indonesia, HP: 0812-9972642
Fabby Tumiwa - Institute for Essential Services Reform, HP: 0811 949 759
Dr. Lilo Sunaryo - MAREM Jawa Tengah
Dian Abraham – MANUSIA, HP: 0815-9487094
Bonnie Setiawan – Institute for Global Justice
Andreas Iswinarto – Sarekat Hijau Indonesia
Lampiran:
Peta Patahan di Laut Jawa dan P. Jawa
(sumber: http://rovicky.files.wordpress.com/2006/07/patahan-patahan-di-jawa.jpg)
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:
Torry Kuswardono
Pengkampanye Tambang dan Energi
Email Torry Kuswardono
Telepon kantor: +62-(0)21-791 93 363
Mobile:
Fax: +62-(0)21-794 1673
__________________________________________________________
Siaran Pers Bersama
WALHI-IESR-MAREM-MANUSIA-IGJ-SHI
Read More...!
0
comments