Indonesia mantapkan diri bangun PLTN
Kecelakaan nuklir terparah di dunia pada 26 April 1986 silam, di Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Chernobyl, menumbuhkan kesadaran bahwa peningkatan sistem dan budaya keselamatan merupakan hal utama dalam industri nuklir.
Belajar dari peristiwa Chernobyl, Indonesia sungguh-sungguh melakukan kajian dampak lingkungan serta pilihan teknologi yang akan digunakan untuk PLTN dengan memperhatikan aspek keselamatan, keamanan dan manfaat bagi bangsa di tengah pergaulan internasional, kata siaran pers Biro Kerja Sama, Hukum dan Hubungan Masyarakat Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), di Jakarta, Kamis.
Disebutkan, kecelakaan berupa terbakarnya PLTN tersebut didahului ledakan uap (bukan ledakan nuklir) disusul pelepasan zat radioaktif ke lingkungan sekitar. PLTN yang terletak di Ukraina, eks negara bagian Soviet itu, kini ditutup dengan semen cor (sarcophagus) dan dibersihkan (dekontaminasi).
Malapetaka itu kemudian mendorong berbagai upaya internasional untuk meningkatkan keselamatan desain dan operasi, tak hanya melalui organisasi nuklir internasional (IAEA), tetapi juga organisasi lainnya, seperti Asosiasi Operator PLTN Dunia (WANO). Lewat kegiatan itu, nyatanya PLTN dunia dalam 16 tahun terakhir makin aman.
PLTN di Chernobyl dikembangkan para era Perang Dingin berdasarkan desain untuk tujuan militer yang mengabaikan faktor keselamatan.
Terdapat kesalahan fatal dalam desain, yaitu tak punya pengungkung (containment) pencegah kebocoran radiasi, dan memiliki koefisien temperatur positif. Artinya, jika temperatur naik, maka reaktivitas ikut naik, sehingga reaksi fisi menjadi tak terkendali. Desain PLTN di Barat menggunakan pengungkung dan memiliki reaktivitas negatif lebih aman.
Pada Desember 2005 Forum Chernobyl, yang terdiri atas beberapa badan PBB seperti IAEA, WHO, UNDP, pemerintah Belarusia, Rusia dan Ukraina mengeluarkan laporan 600 halaman berjudul "Chernobyl`s Legacy: Health, Enviromental and Socio-Ekonomic Impacts". Laporan tiga volume yang dibuat ratusan ilmuwan, ekonom dan ahli kesehatan itu menghitung dampaknya setelah 20 tahun.
Hingga pertengahan 2005 jumlah korban langsung akibat radiasi dinyatakan kurang dari 50 orang.
Menurut forum itu, dampak kematian secara tak langsung dari kecelakaan itu sulit ditentukan, mengingat adanya faktor lain seperti efek psikologis, depresi ekonomi, kemiskinan dan gaya hidup pasca runtuhnya Soviet. Namun begitu bahwa 99 persen dari 4000 kasus kanker thyroid yang diyakini sebagai akibat radiasi berhasil disembuhkan.
Belajar dari pengalaman Chernobyl, kata siaran pers yang ditandatangani Dr. Ferthat Aziz, yang oleh sebagian pakar digolongkan sebagai PLTN generasi pertama, sekarang dunia menggunakan PLTN generasi III dan III plus.
PLTN generasi terakhir ini jauh lebih aman dan ekonomis. PLTN yang kini sebagian besar beroperasi adalah berasal dari generasi II dan terbukti aman dan selamat, kata siaran pers yang ditandatangani Dr. Ferthat Aziz itu.
Dewasa ini, lanjut dia, muncul konsep PLTN generasi IV yang lebih aman, ekonomis, limbah minimal dan tahan proliferasi. Dan, dalam rangka persiapan PLTN, Batan berkewajiban membantu dengan melakukan penelitian dan pengembangan teknologi dan energi nuklir, kajian tekno-ekonomi dan sosialisasi, informasi dan edukasi publik.
Selama 42 tahun melakukan riset, Batan membuktikan ternyata Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia mampu mengoperasikan, memanfaatkan dan membangun, reaktor riset dengan aman dan selamat.
SDM Indonesia mampu
Batan juga dipercaya lembaga internasional (IAEA) untuk menyelenggarakan pelatihan ketekniknukliran secara regional, termasuk dalam bidang kesiapsiagaan nuklir, yang merupakan modal dasar menuju PLTN, katanya.
Sebagian SDM Indonesia juga ada yang bekerja di lembaga nuklir internasional dan swasta di luar negeri.
Karena itu, kajian tapak yang dilakukan Batan memperhatikan aspek meteorologi, angin, curah hujan, aspek geologi seperti gempa, tsunami, tektonik, patahan, stratigrafi, banjir sungai, aspek lingkungan seperti kependudukan dan ulah manusia.
Batan, sebutnya lagi, merekomendasikan reaktor yang digunakan adalah dari generasi III atau III plus yang lebih ekonomis dengan sistem keselamatan secara total. Indonesia bersama masyarakat internasional telah menyepakati traktat dan konvensi yang terkait dengan pemanfatan nuklir untuk tujuan damai.
Read More...!
2
comments
Indonesia mantapkan diri bangun PLTN
Kecelakaan nuklir terparah di dunia pada 26 April 1986 silam, di Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Chernobyl, menumbuhkan kesadaran bahwa peningkatan sistem dan budaya keselamatan merupakan hal utama dalam industri nuklir.
Belajar dari peristiwa Chernobyl, Indonesia sungguh-sungguh melakukan kajian dampak lingkungan serta pilihan teknologi yang akan digunakan untuk PLTN dengan memperhatikan aspek keselamatan, keamanan dan manfaat bagi bangsa di tengah pergaulan internasional, kata siaran pers Biro Kerja Sama, Hukum dan Hubungan Masyarakat Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), di Jakarta, Kamis.
Disebutkan, kecelakaan berupa terbakarnya PLTN tersebut didahului ledakan uap (bukan ledakan nuklir) disusul pelepasan zat radioaktif ke lingkungan sekitar. PLTN yang terletak di Ukraina, eks negara bagian Soviet itu, kini ditutup dengan semen cor (sarcophagus) dan dibersihkan (dekontaminasi).
Malapetaka itu kemudian mendorong berbagai upaya internasional untuk meningkatkan keselamatan desain dan operasi, tak hanya melalui organisasi nuklir internasional (IAEA), tetapi juga organisasi lainnya, seperti Asosiasi Operator PLTN Dunia (WANO). Lewat kegiatan itu, nyatanya PLTN dunia dalam 16 tahun terakhir makin aman.
PLTN di Chernobyl dikembangkan para era Perang Dingin berdasarkan desain untuk tujuan militer yang mengabaikan faktor keselamatan.
Terdapat kesalahan fatal dalam desain, yaitu tak punya pengungkung (containment) pencegah kebocoran radiasi, dan memiliki koefisien temperatur positif. Artinya, jika temperatur naik, maka reaktivitas ikut naik, sehingga reaksi fisi menjadi tak terkendali. Desain PLTN di Barat menggunakan pengungkung dan memiliki reaktivitas negatif lebih aman.
Pada Desember 2005 Forum Chernobyl, yang terdiri atas beberapa badan PBB seperti IAEA, WHO, UNDP, pemerintah Belarusia, Rusia dan Ukraina mengeluarkan laporan 600 halaman berjudul "Chernobyl`s Legacy: Health, Enviromental and Socio-Ekonomic Impacts". Laporan tiga volume yang dibuat ratusan ilmuwan, ekonom dan ahli kesehatan itu menghitung dampaknya setelah 20 tahun.
Hingga pertengahan 2005 jumlah korban langsung akibat radiasi dinyatakan kurang dari 50 orang.
Menurut forum itu, dampak kematian secara tak langsung dari kecelakaan itu sulit ditentukan, mengingat adanya faktor lain seperti efek psikologis, depresi ekonomi, kemiskinan dan gaya hidup pasca runtuhnya Soviet. Namun begitu bahwa 99 persen dari 4000 kasus kanker thyroid yang diyakini sebagai akibat radiasi berhasil disembuhkan.
Belajar dari pengalaman Chernobyl, kata siaran pers yang ditandatangani Dr. Ferthat Aziz, yang oleh sebagian pakar digolongkan sebagai PLTN generasi pertama, sekarang dunia menggunakan PLTN generasi III dan III plus.
PLTN generasi terakhir ini jauh lebih aman dan ekonomis. PLTN yang kini sebagian besar beroperasi adalah berasal dari generasi II dan terbukti aman dan selamat, kata siaran pers yang ditandatangani Dr. Ferthat Aziz itu.
Dewasa ini, lanjut dia, muncul konsep PLTN generasi IV yang lebih aman, ekonomis, limbah minimal dan tahan proliferasi. Dan, dalam rangka persiapan PLTN, Batan berkewajiban membantu dengan melakukan penelitian dan pengembangan teknologi dan energi nuklir, kajian tekno-ekonomi dan sosialisasi, informasi dan edukasi publik.
Selama 42 tahun melakukan riset, Batan membuktikan ternyata Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia mampu mengoperasikan, memanfaatkan dan membangun, reaktor riset dengan aman dan selamat.
SDM Indonesia mampu
Batan juga dipercaya lembaga internasional (IAEA) untuk menyelenggarakan pelatihan ketekniknukliran secara regional, termasuk dalam bidang kesiapsiagaan nuklir, yang merupakan modal dasar menuju PLTN, katanya.
Sebagian SDM Indonesia juga ada yang bekerja di lembaga nuklir internasional dan swasta di luar negeri.
Karena itu, kajian tapak yang dilakukan Batan memperhatikan aspek meteorologi, angin, curah hujan, aspek geologi seperti gempa, tsunami, tektonik, patahan, stratigrafi, banjir sungai, aspek lingkungan seperti kependudukan dan ulah manusia.
Batan, sebutnya lagi, merekomendasikan reaktor yang digunakan adalah dari generasi III atau III plus yang lebih ekonomis dengan sistem keselamatan secara total. Indonesia bersama masyarakat internasional telah menyepakati traktat dan konvensi yang terkait dengan pemanfatan nuklir untuk tujuan damai.
Read More...!
0
comments
Indonesia mantapkan diri bangun PLTN
Kecelakaan nuklir terparah di dunia pada 26 April 1986 silam, di Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Chernobyl, menumbuhkan kesadaran bahwa peningkatan sistem dan budaya keselamatan merupakan hal utama dalam industri nuklir.
Belajar dari peristiwa Chernobyl, Indonesia sungguh-sungguh melakukan kajian dampak lingkungan serta pilihan teknologi yang akan digunakan untuk PLTN dengan memperhatikan aspek keselamatan, keamanan dan manfaat bagi bangsa di tengah pergaulan internasional, kata siaran pers Biro Kerja Sama, Hukum dan Hubungan Masyarakat Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), di Jakarta, Kamis.
Disebutkan, kecelakaan berupa terbakarnya PLTN tersebut didahului ledakan uap (bukan ledakan nuklir) disusul pelepasan zat radioaktif ke lingkungan sekitar. PLTN yang terletak di Ukraina, eks negara bagian Soviet itu, kini ditutup dengan semen cor (sarcophagus) dan dibersihkan (dekontaminasi).
Malapetaka itu kemudian mendorong berbagai upaya internasional untuk meningkatkan keselamatan desain dan operasi, tak hanya melalui organisasi nuklir internasional (IAEA), tetapi juga organisasi lainnya, seperti Asosiasi Operator PLTN Dunia (WANO). Lewat kegiatan itu, nyatanya PLTN dunia dalam 16 tahun terakhir makin aman.
PLTN di Chernobyl dikembangkan para era Perang Dingin berdasarkan desain untuk tujuan militer yang mengabaikan faktor keselamatan.
Terdapat kesalahan fatal dalam desain, yaitu tak punya pengungkung (containment) pencegah kebocoran radiasi, dan memiliki koefisien temperatur positif. Artinya, jika temperatur naik, maka reaktivitas ikut naik, sehingga reaksi fisi menjadi tak terkendali. Desain PLTN di Barat menggunakan pengungkung dan memiliki reaktivitas negatif lebih aman.
Pada Desember 2005 Forum Chernobyl, yang terdiri atas beberapa badan PBB seperti IAEA, WHO, UNDP, pemerintah Belarusia, Rusia dan Ukraina mengeluarkan laporan 600 halaman berjudul "Chernobyl`s Legacy: Health, Enviromental and Socio-Ekonomic Impacts". Laporan tiga volume yang dibuat ratusan ilmuwan, ekonom dan ahli kesehatan itu menghitung dampaknya setelah 20 tahun.
Hingga pertengahan 2005 jumlah korban langsung akibat radiasi dinyatakan kurang dari 50 orang.
Menurut forum itu, dampak kematian secara tak langsung dari kecelakaan itu sulit ditentukan, mengingat adanya faktor lain seperti efek psikologis, depresi ekonomi, kemiskinan dan gaya hidup pasca runtuhnya Soviet. Namun begitu bahwa 99 persen dari 4000 kasus kanker thyroid yang diyakini sebagai akibat radiasi berhasil disembuhkan.
Belajar dari pengalaman Chernobyl, kata siaran pers yang ditandatangani Dr. Ferthat Aziz, yang oleh sebagian pakar digolongkan sebagai PLTN generasi pertama, sekarang dunia menggunakan PLTN generasi III dan III plus.
PLTN generasi terakhir ini jauh lebih aman dan ekonomis. PLTN yang kini sebagian besar beroperasi adalah berasal dari generasi II dan terbukti aman dan selamat, kata siaran pers yang ditandatangani Dr. Ferthat Aziz itu.
Dewasa ini, lanjut dia, muncul konsep PLTN generasi IV yang lebih aman, ekonomis, limbah minimal dan tahan proliferasi. Dan, dalam rangka persiapan PLTN, Batan berkewajiban membantu dengan melakukan penelitian dan pengembangan teknologi dan energi nuklir, kajian tekno-ekonomi dan sosialisasi, informasi dan edukasi publik.
Selama 42 tahun melakukan riset, Batan membuktikan ternyata Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia mampu mengoperasikan, memanfaatkan dan membangun, reaktor riset dengan aman dan selamat.
SDM Indonesia mampu
Batan juga dipercaya lembaga internasional (IAEA) untuk menyelenggarakan pelatihan ketekniknukliran secara regional, termasuk dalam bidang kesiapsiagaan nuklir, yang merupakan modal dasar menuju PLTN, katanya.
Sebagian SDM Indonesia juga ada yang bekerja di lembaga nuklir internasional dan swasta di luar negeri.
Karena itu, kajian tapak yang dilakukan Batan memperhatikan aspek meteorologi, angin, curah hujan, aspek geologi seperti gempa, tsunami, tektonik, patahan, stratigrafi, banjir sungai, aspek lingkungan seperti kependudukan dan ulah manusia.
Batan, sebutnya lagi, merekomendasikan reaktor yang digunakan adalah dari generasi III atau III plus yang lebih ekonomis dengan sistem keselamatan secara total. Indonesia bersama masyarakat internasional telah menyepakati traktat dan konvensi yang terkait dengan pemanfatan nuklir untuk tujuan damai.
Read More...!
0
comments
NU Jepara: PLTN Muria Haram!
Jepara - Karena lebih banyak bahaya dibanding manfaatnya, NU memutuskan mengharamkan PLTN Muria yang rencananya akan dibangun di Semenanjung Muria, Jepara, Jawa Tengah.
Keputusan itu dibacakan Sekretaris Tim Perumus KH Ahmad Roziqin di Kantor PCNU Jepara, Jalan Pemuda, Minggu (2/9/2007) petang. Perumusan diikuti sejumlah kiai dan pengurus NU Jepara serta Lajnah Bahtsul Masa'il (LBM) Jawa Tengah selama dua hari, 1-2 September 2007.
"PLTN tidak hanya menyangkut masalah energi, tapi juga lingkungan, sosial, politik, dan ekonomi. Untuk meneropong masalah tersebut, batasnya adalah manfaat dan bahaya bagi kepentingan umat," katanya.
Dalam membahas PLTN, para kiai mempertimbangkan argumentasi para pakar, baik yang pro maupun kontra, dan dengan berpegang teguh pada ajaran ahlussunnah wal jama'ah, prinsip tawassuth, i`tidal, tasamuh, tawazun, dan yang lain,
"Dengan berbagai pertimbangan, kami memutuskan PLTN Muria haram hukumnya. Energi yang dihasilkan hanya 2-4 persen, sementara limbah radioaktifnya sangat berbahaya," kata Kiai Ahmad yang didampingi Ketua Tim Perumus KH Kholilurahman.
Para ulama NU Jepara berharap pemerintah membatalkan rencana pembangunan PLTN Muria. Meski masi berupa rencana, PLTN nyata-nyata menimbulkan keresahan umat (tarwi' al-muslimin).
Lebih jauh, Kiai Ahmad juga meminta pemerintah membangun infrastruktur dan suprastruktur yang membawa kemaslahatan sesuai dengan derajat kepentingan yang dihadapi warganya. "Sesuai dengan kaidah: tasharruf al-imam 'ala al-ra'iyyah manuth bi al-maslahah," jelasnya.
Keputusan pengharaman pembangunan PLTN berlaku pada tingkat lokal, yakni PLTN Muria. "Keputusan ini akan kami rekomendasikan ke PWNU dan PBNU sebagai bahan kajian lagi," kata Kiai Ahmad dan Kiai Kholilurahman.
http://www.detiknews.com/indexfr.php...600/idkanal/10
terus terang saya tidak percaya PLTN hanya bisa memberikan 2%
saya juga bingung pakar yang dipercayai mereka tuh siapa dan dapat data darimana kalo cuman 2%?
apa 2% karena cuman percobaan saja?
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=618746
Read More...!
0
comments
NU Jepara: PLTN Muria Haram!
Jepara - Karena lebih banyak bahaya dibanding manfaatnya, NU memutuskan mengharamkan PLTN Muria yang rencananya akan dibangun di Semenanjung Muria, Jepara, Jawa Tengah.
Keputusan itu dibacakan Sekretaris Tim Perumus KH Ahmad Roziqin di Kantor PCNU Jepara, Jalan Pemuda, Minggu (2/9/2007) petang. Perumusan diikuti sejumlah kiai dan pengurus NU Jepara serta Lajnah Bahtsul Masa'il (LBM) Jawa Tengah selama dua hari, 1-2 September 2007.
"PLTN tidak hanya menyangkut masalah energi, tapi juga lingkungan, sosial, politik, dan ekonomi. Untuk meneropong masalah tersebut, batasnya adalah manfaat dan bahaya bagi kepentingan umat," katanya.
Dalam membahas PLTN, para kiai mempertimbangkan argumentasi para pakar, baik yang pro maupun kontra, dan dengan berpegang teguh pada ajaran ahlussunnah wal jama'ah, prinsip tawassuth, i`tidal, tasamuh, tawazun, dan yang lain,
"Dengan berbagai pertimbangan, kami memutuskan PLTN Muria haram hukumnya. Energi yang dihasilkan hanya 2-4 persen, sementara limbah radioaktifnya sangat berbahaya," kata Kiai Ahmad yang didampingi Ketua Tim Perumus KH Kholilurahman.
Para ulama NU Jepara berharap pemerintah membatalkan rencana pembangunan PLTN Muria. Meski masi berupa rencana, PLTN nyata-nyata menimbulkan keresahan umat (tarwi' al-muslimin).
Lebih jauh, Kiai Ahmad juga meminta pemerintah membangun infrastruktur dan suprastruktur yang membawa kemaslahatan sesuai dengan derajat kepentingan yang dihadapi warganya. "Sesuai dengan kaidah: tasharruf al-imam 'ala al-ra'iyyah manuth bi al-maslahah," jelasnya.
Keputusan pengharaman pembangunan PLTN berlaku pada tingkat lokal, yakni PLTN Muria. "Keputusan ini akan kami rekomendasikan ke PWNU dan PBNU sebagai bahan kajian lagi," kata Kiai Ahmad dan Kiai Kholilurahman.
http://www.detiknews.com/indexfr.php...600/idkanal/10
terus terang saya tidak percaya PLTN hanya bisa memberikan 2%
saya juga bingung pakar yang dipercayai mereka tuh siapa dan dapat data darimana kalo cuman 2%?
apa 2% karena cuman percobaan saja?
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=618746
Read More...!
0
comments
Pemanfaatan Energi Nuklir dan Isu Kekinian
Bila kita melihat berbagai aktivitas kehidupan, kita tidak akan pernah terlepas dari ketergantungan makhluk hidup terhadap energi. Kebutuhan akan energi menjadi semakin penting abad ini, seiring dengan menipisnya sumber daya alam yang tersedia dan dampak dari aktivitas pemanfaatan energi tersebut bagi kehidupan. Untuk melakukan aktivitas hidup manusia dilevel yang sederhana, kita memerlukan energi untuk hidup atau
menggerakan semua organ tubuh kita sampai pada sel-sel yang ada dalam tubuh kita. Energi tersebut bisa didapat umumnya dari makanan, sinar matahari, alat-alat elektronik yang membantu tubuh untuk mendapatkan energi dan lain-lain. Di sisi lain aktivitas hidup manusia diluar tubuh manusia yang dapat menunjang hidup manusia diantaranya bisnis, kantor, industri, transportasi dan lainnya memerlukan energi baik itu dalam bentuk bahan bakar maupun listrik.
Meningkatnya kebutuhan akan energi seiring dengan pertambahan penduduk mengakibatkan berkurangnya sumber energi dan terganggunya ekosistem di bumi akibat proses aktivitas manusia dalam pemanfaatan sumber-sumber energi tersebut salah satunya efek rumah kaca. Secara umum energi diklasifikasikan menjadi tiga bagian besar yaitu pertama, energi berbahan bakar tak terbaharukan (non-renewable) khususnya bahan bakar fosil, bahan bakar terbaharukan (renewable) dan bahan bakar nuklir. Dalam artikel ini, penulis hanya akan menggambarkan pemanfaatan bahan bakar nuklir secara umum. Penggunaan bahan bakar nuklir telah dilakukan dalam kurun waktu yang relatif lama semenjak ditemukannya atom untuk keperluan riset.
Pemanfaatan nuklir dapat dikategorikan untuk makanan, obat-obatan, kesehatan dan kedokteran, industri, transportasi, desalinasi air, listrik dan senjata. Pemanfaatan radio isotop telah dilakukan untuk keperluan makanan yang berhubungan dengan rekayasa pertanian dan peternakan. Pemanfaatan bahan nuklir untuk obat-obatan, kesehatan, kedokteran dan industri juga diperoleh dari radio isotop. Untuk transportasi dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu pemanfaatan langsung reaktor nuklir untuk transportasi dan pemanfaatan secara tak langsung dengan produksi hidrogen dari kelebihan panas reaktor nuklir, yang nantinya hidrogen tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Pemanfaatan reaktor nuklir berskala kecil untuk kendaraan telah dilakukan untuk keperluan eksplorasi di daerah terisolir seperti di kutub oleh pemerintah rusia sekitar tahun 1950 an, hanya saja untuk skala kendaraan komersial masih belum bisa dilakukan. Dalam skala kapal selam telah banyak dilakukan dengan memanfaatkan reaktor kecil untuk menggerakan mesin kapal selam tersebut. Pemikiran lain adalah untuk transportasi luar angkasa. Pemanfaatan energi nuklir untuk keperluan transportasi diatas khususnya kendaraan eksplorasi, kapal selam dan pesawat luar angkasa, dikarenakan pemanfaatan bahan nuklir yang dapat dilakukan untuk jangka yang relatif panjang tanpa adanya refueling(penambahan bahan bakar baru selama reaktor beroperasi).
Desalinasi air juga menjadi penting, khususnya berkurangnya sumber air bersih bagi keperluan sehari-hari, hal ini juga memanfaatkan kelebihan panas dari sebuah reaktor nuklir. Dalam skala industri yang lebih luas lagi, pemanfaatan bahan bakar nuklir untuk keperluan pembangkit listrik. Dari skala dunia, nuklir berkontribusi sekitar 17% untuk keperluan energi listrik dunia, dimana jepang menggunakan energi nuklir sekitar 36%, perancis lebih dari 70% dan Amerika serikat sekitar 20%. Pemanfaatan nuklir untuk senjata merupakan hal yang terus hangat diperdebatkan terutama selepas perang dunia ke 2 dan perang dingin, serta pada saat ini berkaitan dengan krisis nuklir Iran. Secara mendasar selain untuk tujuan perang, kesemua pemanfaatan bahan bakar nuklir berasal dari satu kebutuhan akan energi dan manfaatnya untuk manusia. Ada 2 pilihan secara filosofi berkaitan dengan bahan bakar nuklir ini, mau dimanfaatkan atau dibiarkan begitu saja. Kalau dibiarkan begitu saja maka tingkat radiasi masih ada secara alami dari bahan bakar nuklir tersebut dan karena proses peluruhan, lama kelamaan dalam kurun waktu tertentu bahan tersebut akan menjadi sampah radio-aktif juga. Sedangkan pilihan untuk memanfaatkan bahan nuklir, masih tersimpan dua pertanyaan lagi yaitu memanfaatkan untuk keperluan sipil dan keperluan damai atau untuk pemanfaatan militer dan peperangan. Sudah barang tentu pilihannya dimanfaatkan untuk keperluan damai dan kemaslahatan manusia. Pemanfaatan untuk keperluan damai inilah yang bisa kita sebut sebagai Pembangkit tenaga nuklir (PTN) atau nuclear power plant (NPP). Dari PTN inilah bisa digunakan untuk semua keperluan yang telah disebutkan diatas dari makanan sampai pada listrik. Perkembangan teknologi nuklir sebagai energi alternatif yang dimanfaatkan menjadi energi listrik yang bisa menjadi kontributor kompetitif dengan sumber energi listrik lainnya seperti batu bara, minyak, gas, air dan lainnya.
Pengembangan energi nuklir untuk tujuan sipil seperti reaktor nuklir untuk pembangkit daya dimulai secara intensif setelah konferensi Genewa "On the peaceful uses of atomic energy" yang di sponsori oleh UN (PBB) tahun 1955. NPT mengisyaratkan adanya kemauan yang begitu keras akan penggunaan teknologi nuklir untuk tujuan damai atau sipil, dimana setiap bahan bakar nuklir di proteksi dan di awasi terutama proses pengayaan dan daur ulang limbah bahan bakar. Pada mulanya perjanjian ini adalah hanya pada ke 5 negara besar pemilik senjata nuklir agar tidak melakukan transfer teknologi senjata nuklir ke negara lain. Saat ini program itu juga bertujuan untuk pengurangan produksi dan penghancuran senjata nuklir. Pilihan energi nuklir sebagai salah satu opsi energi yang bersih disadari oleh salah seorang pendiri organisasi lingkungan dunia greenpeace Dr. Patrick Moore, PhD, dia sampaikan pandangannya tersebut dalam Congressional Subcommittee on Nuclear Energy EApril 28, 2005 : Nuclear energy is the only non-greenhouse gas emitting power source that can effectively replace fossil fuels and satisfy global demand . Pandangan Moore tersebut mensiratkan adanya sebuah kesadaran ahli lingkungan akan kebutuhan energi yang bersih dan berkesinambungan dengan memilih opsi energi nuklir. Awal dari renaissance teknologi nuklir bagi masa sekarang dan yang akan datang ditandai dengan kemajuan non proliferation treaty (NPT) dan penghargaan nobel sebagai penghargaan internasional bagi kemajuan International Atomic Energy Agency (IAEA) dan pemimpinnya al-baradei tahun 2005 lalu, serta dengan agresifnya program Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) negara-negara di asia seperti Cina dan India.
Berkaitan dengan senjata nuklir, hal yang essensial yang membedakan reaktor nuklir dengan senjata nuklir adalah kadar pengayaan uraniumnya yang sampai 90% pengayaan dibanding reactor grade dibawah 20 % pengayaan sesuatu aturan IAEA. Ditambah lagi secara desain memerlukan susunan tersendiri yang berbeda dengan desain reaktor untuk daya. Krisis nuklir Iran yang terjadi saat ini adalah berdasar pada asumsi yang berbeda antara keperluan pengembangan energi nuklir dari negara Iran dan dari negara-negara Amerika dan Eropa. Iran bersikukuh bahwa program nuklirnya hanya untuk keperluan sipil yaitu untuk pembangkit listrik bukan untuk pembuatan senjata. Disisi lain Amerika dan negara-negara Eropa mencurigai program nuklir Iran akan dijadikan pengembangan senjata nuklir. Negara-negara tersebut tetap mencurigai apabila untuk reactor grade saja Iran bisa membuat pengayaan uranium, maka akan mampu untuk keperluan senjata dengan teknologi pengayaan uranium yang telah dikuasasi .
Pilihan akan pemanfaatan nuklir berdasar pada sebuah kebutuhan mendesak akan energi dan kebutuhan hidup manusia dari kebutuhan makanan sampai pada kelistrikan tanpa menjadikan bahan nuklir itu menjadi persenjataan yang dapat mematikan umat manusia. Berbagai manfaat yang diambil oleh ketersediaan bahan bakar dialam khususnya nuklir memberi manfaat yang begitu luas bagi kehidupan manusia yang sudah barang tentu ada efek lain yang sedang terus di minimalisir yaitu efek dari sampah nuklir.
ditulis oleh Sidik Permana
http://www.pmij.org/index.php/content/view/84/41/
Read More...!
0
comments
Kontroversi PLTN di Iran dan Indonesia
Lain Iran lain Indonesia. Di Iran, PLTN dibela habis-habisan, sedang di Indonesia PLTN ditentang habis-habisan. Bila di Iran AS menolak habis PLTN, di Indonesia? Nah, …AS sepertinya mendukung. Tapi benarkah dukungan itu? Tulus atau kamuflase?
Seandainya saja Indonesia adalah Iran, apa yang bisa kita katakan tentang rencana pembangunan Pusat Listrik Tenaga Nuklir di Jepara? Entahlah. Di tivi, di koran, majalah, dan radio, hampir semua pendapat yang muncul menolak pembangunan PLTN. Bahkan ulama NU telah mengeluarkan fatwa: pembangunan PLTN di Jepara adalah haram!
Seandainya para ulama NU itu adalah para ayatullah di Iran – apa yang bisa kita bayangkan? Sikap ulama tersebut jelas mustahil. Mereka justru bersikap sebaliknya, mendukung Presiden Ahmadinejad untuk membangun PLTN. Bahkan semua ulama dan rakyat Iran bersedia mati demi realisasi PLTN-nya itu. Di mata Iran, PLTN adalah segala-segala-nya. PLTN bukan sekadar tumpuan masa depan pemenuhan kebutuhan energinya, tapi juga simbol penguasaan teknologi canggih. Iran sadar betul bahwa cadangan minyaknya (baca: saat ini produksi minyak Iran berkisar 4-5 juta barel perhari dengan cadangan yang cukup untuk 100 tahun lebih ke depan) suatu ketika akan habis. Jika sudah habis, maka tumpuannya adalah pada energi nuklir. Karena itu penguasaan terhadap teknologi nuklir untuk pembangkin listrik adalah suatu keharusan. Untuk itulah Iran mau berkorban apa pun demi pembangunan PLTN-nya.
Sekarang, bandingkan dengan Indonesia. Dengan produksi minyak sekitar 1 juta barel perhari, dimana cadangannya hanya cukup untuk sekitar 20 tahun lagi, tapi penolakan terhadap pembangunan PLTN sebagai sumber alternatif penyediaan energi masa depan amat keras. Kami tak tahu, dimana alasan sikap yang anti PLTN Muria tersebut. Ada yang menyatakan, bahwa masih banyak sumber energi aternatif di Indonesia selain nuklir seperti batu bara, gas bumi, tenaga angin, gelombang laut, dan lain-lain. Mungkin Iran pun mempunyai sumber energi alternatif yang sama banyak seperti Indonesia. Tapi kenapa Iran memilih energi nuklir sebagai alternatif utamanya?
Ini terjadi karena pengembangan energi nuklir mempunyai dampak yang amat luas bagi kemajuan teknologi. Pengembangan teknologi nuklir bukan semata-mata untuk membuat bom atom seperti dituduhkan AS, tapi implikasinya untuk kemaslahatan manusia juga sangat luas – khususnya menyangkut pengembangan riset-riset yang berkaitan dengan radiasi nuklir. Misal, aplikasi radiasi untuk mendapatkan bibit unggul (BATAN telah berhasil mengembangkan benih-benih padi unggul), makanan ternak kualitas baik, obat-obatan, teknologi perkayuan, dan peningkatan kualitas komoditi ekspor (karet, polimer, plastik, dan lain-lain). Ini jelas sangat berbeda dengan pengembangan teknologi konvensional untuk mendapatkan energi alternatif yang lain seperti tenaga matahari, angin, ombak laut, dan lainnya. Meski yang terakhir ini banyak juga perluasan manfaatnya, tapi teknologi nuklir jauh lebih luas manfaat dan pengaruhnya pada masa depan kemajuan teknologi suatu negara dan peradaban manusia.
Iran – satu-satunya negara muslim yang tidak terkooptasi AS yang ingin mempunyai PLTN karena menyadari bahwa minyak buminya suatu ketika pasti akan habis – ditentang habis oleh AS dan sekutunya. Dengan berbagai alasan, AS yang menunggangi PBB, menolak proyek PLTN Iran tersebut. Alasannya mudah ditebak: proyek PLTN Iran akan berubah menjadi proyek pembuatan bom atom. Dengan segala daya upaya dan pengaruhnya, AS dan sekutunya, menghalangi pembangunan PLTN Iran tersebut. Apa yang dilakukan AS terhadap Iran jelas tidak adil. Soalnya, AS diam-diam membantu pembangunan PLTN untuk Israel, bahkan lebih jauh lagi, AS pun membantu Israel untuk membuat bom atom. Kini, Israel telah menjadi salah satu negara pembuat dan pemilik bom atom. Sementara Iran? Baru mau membangun PLTN saja sudah dihalang-halangi AS. Ini jelas sebuah perlakuan yang tidak adil. Karena itu, ketika pemerintah SBY menyetujui resolusi PBB untuk mengembargo Iran, DPR bereaksi keras. Dalam sejarah DPR, mungkin baru kasus interpelasi persetujuan pemerintah atas embargo soal nuklir Iran itulah yang mendapat dukungan paling luas. Hampir semua fraksi mendukung interpelasi tersebut. Ini menunjukkan, bahwa kita bisa memahami niat serius Iran untuk membangun PLTN-nya.
Sampai di sini, kita perlu merenung. Kenapa rakyat Indonesia membela habis-habisan Iran untuk membangun PLTN-nya, sementara kita sendiri, menolak habis rencana pemerintah untuk membangun PLTN? Di sini, pasti ada yang tidak matching! Celakanya, masyarakat kita mudah sekali digiring untuk mengikuti sesuatu yang tidak matching ini. Dengan demikian, kami sering bertanya-tanya – apakah penolakan pembangunan PLTN di Muria yang ramai diberitakan media massa itu benar-benar murni atau rekayasa?
Kalau kita mau jujur, seharusnya negara yang paling pantas menolak kehadiran teknologi nuklir adalah Jepang. Negeri ini pernah merasakan langsung dahsyatnya bom atom pada tahun 1945 , yaitu ketika kota Hiroshima dan Nagasaki dibom atom Sekutu. Dua kota tersebut luluh lantak. Tiga ratus ribu lebih korban tewas akibat ledakan bom atom di Jepang itu. Tapi anehnya, Jepang saat ini, adalah negara yang termasuk paling banyak mempunyai PLTN. Sekitar 40 persen kebutuhan energi Negeri Sakura ini dipenuhi dari PLTN. Kita tahu, Jepang adalah negara kepulauan yang secara geologis tanahnya sangat labil, karena wilayahnya terletak dalam kawasan ring of fire (cincin gunung api), sama seperti Indonesa. Bahkan, kondisi tanah di Jepang lebih labil lagi dibanding Indonesia. Jepang juga mempunyai sumber panas bumi yang besar, ombak laut yang kuat, dan angin “Samudra Pasifik” yang kencang. Tapi, kenapa Jepang lebih memilih mengembangan PLTN ketimbang sumber-sumber energi alternatif tersebut? Logikanya: bila Jepang yang negaranya sering dilanda gempa saja terus mengembangkan energi nuklirnya, kenapa Indonesia tidak. Ahli-ahli Jepang pasti tahu bahwa membangun PLTN di daerah banyak gempa resikonya sangat besar – tapi, itu tidak menghalangi niatnya untuk membangun PLTN. Sikap Jepang justru tidak menghindari PLTN, sebaliknya mempelajari secara mendalam, bagaimana caranya membangun PLTN yang aman di daerah yang labil. Mental bangsa Jepang tidak seperti burung Onta (kalau ada bahaya, dia lari dan menyurukkan kepalanya di pasir, agar tidak melihat bahaya tersebut). Mental bangsa Jepang sangat gagah: bila ada tantangan, mereka pelajari dan teliti tantangan tersebut, sampai akhirnya dia menemukan resepnya untuk menghadapi tantangan itu dengan aman. Sekarang, bandingkan dengan sikap bangsa Indnesia menghadapi PLTN Jepara?
Tentang kebocoran reaktor, sampah radioaktif, dan lain-lain yang pernah terjadi di beberapa negara pemilik PLTN, itu adalah sebuah risiko. Dalam kegiatan apa pun, pasti ada risikonya. Bahkan orang makan pun ada risikonya, bisa keracunan kalau makanannya tidak bersih. Yang dipersoalkan, kenapa sikap sebagian dari kita membabi buta menolak PLTN tanpa belajar dari bangsa-bangsa lain yang sudah menikmati PLTN dan sangat ingin memiliki PLTN sampai rela mempertaruhkan segalanya demi PLTN? Hal ini perlu kita pikirkan bersama. Renungkan keinginan Iran untuk memiliki PLTN, padahal Iran adalah negara kaya minyak. Renungkan sikap Jepang yang memilih PLTN untuk memenuhi kekurangan energinya padahal negeri itu sangat rawan gempa!
Last but not least, belum lama ini, majalah The Economist menulis, bahwa untuk mengatasi global warming, salah satunya, adalah memperbanyak PLTN di dunia. Pembangkit listrik yang memakai batu bara, solar, dan gas – semuanya mengeluarkan emisi karbon dioksida sehingga berdampak pada pemanasan suhu bumi. Sedang PLTN, sama sekali tidak mengeluarkan emisi gas karbon dioksida tersebut. Saat ini, di tengah makin besarnya dampak global warming yang berakibat naiknya permukaan air laut, makin banyaknya badai, dan kacaunya iklim, pembangunan PLTN perlu dilihat secara arif dan perspektif. Bila dilihat dari kacamata global warming, mungkin ulama NU perlu merevisi fatwanya. Pembangunan PLTN tidak lagi haram, tapi mungkin berubah jadi sunnah!
-----------------------------
Oleh Wahyudin Munawir
Penulis adalah anggota Komisi VII DPR RI, Alumnus ITB
http://www.hupelita.com/baca.php?id=38624
Read More...!
0
comments
“Kalau Nuklir Hanya untuk Listrik…..”
SEMENTARA pro dan kontra PLTN terus mencuat, Batan sudah mulai menentukan lahan. Tiga tapak terpilih adalah Ujung Lemah Abang, dan Ujung Nggrenggengan serta Ujung Watu di Kecamatan Keling. Ketiganya berada di Jepara.
Namun bukan hanya pemilihan tapak itu yang membuat keterkejutan. Lihatlah hasil studi persepsi dan penjajakan, memperlihatkan masyarakat sekitar lokasi menyetujui rencana pembangunan pembangkit itu.
“Atas dasar apa penelitian terhadap persepsi?” ujar Hasan Aoni Aziz, aktivis Masyarakat Reksa Bumi (Marem), organisasi yang menentang pembangunan PLTN.
Mudjahirin Thohir dari Lembaga Penelitian (Lemlit) Undip mengatakan, pihaknya melakukan penelitian kualitatif atas permintaan Batan sejak 2002. Namun, mereka sama sekali tidak pernah membicarakan soal angka.
“Kami melihat dengan pendekatan budaya, apakah warga bersikap negatif atau positif, atau apakah mereka menolak atau tidak. Jawaban itu tergantung pada persepsi.
Mengapa umumnya masyarakat khawatir? Karena, kata ‘nuklir’ masih baru dan belum jadi kosakata umum. Jadi wajar kalau mereka takut. Justru ini tantangan buat Batan untuk berdialog,” ujar antropolog Undip tersebut.
Kekhawatiran warga, menurut mantan anggota Batan Dr Iwan Kurniawan, beralasan. Doktor nuklir yang menimba ilmu di Jepang itu mengatakan, karakter nuklir sangat mudah meledak. Karena itu, materi itu begitu berguna untuk membuat senjata nuklir.
“Kenapa Iran sangat dikhawatirkan. Sebab, ada potensi pemilik nuklir bisa mengembangkan senjata nuklir pada waktu ke depan. Keuntungan PLTN ya cuma dua itu, listrik dan senjata,” lanjut dia.
Iwan mengatakan, limbah nuklir sangat sulit disimpan dan umurnya bisa mencapai ribuan tahun. Untuk mengolah limbah, Indonesia harus mengirimnya ke negara maju yang biaya pengolahannya tentu saja jauh lebih mahal.
“Sebenarnya limbah bisa diperpendek, dengan akselerator plutonium bisa dihancurkan dan dikembangkan jadi bahan reaktor masa depan. Tapi, xenon dan krypton tetap akan jadi sampah. Untuk menghancurkan, butuh mini PLTN lagi, biaya juga lebih besar lagi. Kalau niat Batan hanya membangkitkan listrik, kan penghasil bahan bukan nuklir masih banyak,” ujar dia.
Salah Paham
Sependapat dengan Iwan, mantan anggota Batan lainnya dari Universitas Diponegoro Ir Djoko Murwono MT meyakinkan bahwa sejumlah bahan energi yang bisa dimanfaatkan. Menurutnya, perairan Indonesia amat kaya dengan plankton yang ke tengah diteliti sebagai tempat menyimpan data.
“Saya bukannya tidak setuju dengan Batan. Tapi, kalau nuklir hanya untuk listrik, saya akan bilang tidak setuju. Jangan salah paham,” tegasnya.
Baik Djoko maupun Prof Dr Liek Wilardjo dari Universitas Kristen Satyawacana (UKSW) mengatakan, reaktor penggabungan (fusi) jauh lebih aman daripada fissi (nuklir), yakni memadukan inti yang ringan menjadi berat.
Kepala Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas Batan Ferhat Aziz mengatakan, penolakan itu terjadi karena masyarakat tidak mengetahui. Menurutnya, PLTN yang saat ini diupayakan Batan adalah yang paling aman dengan anomali tidak berdampak dan probabilitas kebocoran yang kecil.
“Kami membuat sistem pertahanan berlapis lima. Yang boleh keluar dari cerobong cuma sepersepuluh. Sebenarnya, lingkungan kita kan juga sudah kena radiasinya. Radiasi matahari misalnya, besarnya 1 neutron, itu sudah termasuk nuklir. Ya memang nggak ada yang 100% tidak kena. Tapi kalau mau membandingkan, PLTN jauh lebih aman dari batu bara,” ujarnya.
Dijelaskan, sampah nuklir Batan hanya 27 ton per tahun, sementara batu bara 70.000 ton per tahun. Meski usia sampah nuklir 40 tahun, akan tetapi bentuknya padat, tidak bisa meleleh, tidak bisa terbakar, dan bisa disimpan di lokasi aman di reaktor.
“Tidak ada orang yang bisa memprediksi teknologi. Siapa tahu, besok bisa dibakar di tempat penyimpanan. AS sedang mencoba meneliti sekarang,” ujarnya. (Renjani PS-77) SUARA MERDEKA, Jumat, 22 Juni 2007.
http://www.suaramerdeka.com
Read More...!
0
comments
PLTN Ramah Lingkungan tapi Berisiko
“Menangani lumpur Sidoarjo saja tak bisa, bagaimana mengelola reaktor nuklir?”
Jakarta – Menteri Negara Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar menyatakan pembangkit listrik tenaga nuklir sangat ramah lingkungan, tapi risikonya sangat besar.
“Dalam prakteknya, PLTN tidak membuang emisi sama sekali. Namun, jika terjadi kerusakan atau kebocoran, hal itu baru bisa terselesaikan setelah 500 tahun,” kata dia menjawab pers di Hotel Atlet Century, Jakarta, kemarin.
Menurut Rachmat, budaya berperan penting dalam pembangunan proyek nuklir seperti di negara-negara maju. Di negara maju, kebersihan sangat dijaga, “Bahkan kamar mandi di PLTN lebih bersih daripada di rumah sakit.”
Namun, terlepas dari segala kontroversinya, Rachmat mengaku saat ini dia mengikuti kebijakan pemerintah tentang rencana membangun PLTN pada 2016 di kawasan Gunung Muria, Jawa Tengah. “Kementerian Lingkungan Hidup menjaga agar inisiatif itu tidak merusak lingkungan,” dia menambahkan.
Liek Wilarjo, guru besar fisika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, dan Iwan Kurniawan, pakar fisika nuklir Indonesia, berpendapat nuklir bukan solusi terbaik untuk mengatasi krisis listrik di Indonesia. Kedua pakar itu menyarankan agar Indonesia mengeksplorasi energi terbarukan yang bersumber dari alam, bukan dari nuklir.
“Kita masih punya matahari, angin, arus laut, panas bumi, biomassa, mikrohidro, dan sebagainya, yang bisa (dimanfaatkan) untuk pembangkit listrik. Kenapa harus nuklir?” kata Liek dalam seminar Pro-Kontra Pembangunan PLTN di Semarang, Rabu lalu.
Sementara itu, menurut Iwan, yang pernah aktif di Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), menyatakan penguasaan teknologi yang masih rendah dan kultur serta budaya bangsa Indonesia yang korup dan kurang berdisiplin menjadikan PLTN sangat berbahaya. “Jika menangani lumpur Sidoarjo saja kita tidak bisa, bagaimana mengelola reaktor nuklir, yang rentan bocor?” ujarnya.
Sebagai ahli nuklir, ia mengaku tidak habis pikir kenapa pemerintah menjadikan PLTN sebagai solusi krisis listrik. Sebab, negara maju, seperti Amerika, Jerman, dan Jepang, saja sudah menghentikan pembangunan PLTN, “Kenapa Indonesia, yang kaya sumber daya alam, justru akan membangun PLTN?”
Namun, Ferhat Aziz dari Batan menyatakan tidak ada satu teknologi pun yang bebas dari risiko. Teknologi nuklir saat ini, kata dia, lebih ekonomis dan tingkat keselamatannya lebih tinggi. Karena itu, PLTN merupakan solusi krisis listrik lantaran murah dan terbarukan.
Guna mengatasi masalah pemanasan global yang mulai berdampak di beberapa wilayah Indonesia, kata Rachmat, diperlukan sumber energi alternatif dan bahan bakar jangka panjang. Sisa-sisa pembakaran, berupa karbon dioksida, harus dikurangi dengan mencari alternatif energi lain. Ia menyebut Australia saat ini sudah menggunakan tenaga ombak, Denmark memakai turbin angin, dan di beberapa negara maju ada yang menggunakan panas bumi serta matahari. “Indonesia memiliki potensi untuk memakai alternatif energi tersebut,” ujarnya. SORTA TOBING | Sohirin, korantempo, Jum’at, 22 Juni 2007.
http://www.korantempo.com/korantempo/2007/06/22/Nasional/krn,20070622,9.id.html
Read More...!
0
comments
NUKLIR IRAN VS NUKLIR JEPARA
NUKLIR IRAN
---------------
Pemerintah Indonesia ikut menyetujui resolusi PBB ttg nuklir di Iran, bahwa Iran harus mengakhiri proyek nuklir tsb.
Akibatnya pemerintahan SBY di protes oleh sebagian besar muslim indonesia dan sampai pada tahap interpelasi dari DPR thdp pemerintahan SBY
NUKLIR JEPARA
------------------
Pemerintah berencana mengembangkan proyek nuklir untuk kepentingan penambahan pasokan listrik nasional, intinya mau buat PLTN.
Banyak masyarakat memprotes rencana pemerintah tsb terutama warga masyarakat yg tinggal didaerah jepara
Dari 2 fenomena tersebut diatas, saya jadi bingung, ini yang waras yang mana ? yang gendheng yang mana ?
Mungkin ada yang mau kasih pencerahan ?
POSTINGAN SELANJUTNYA
Sumber : http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?t=14588&sid=90f993832aa8f96eef08b5fd735ea690
Read More...!
0
comments
Tenaga Nuklir Bukan Solusi yang Tepat Atasi Krisis Listrik
TEMPO Interaktif, Semarang:Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Semenanjung Muria, Jepara, Jawa Tengah, sebagai solusi atas krisis listrik yang terjadi di Indonesia, bukan solusi yang tepat. Pembangunan reaktor PLTN di Indonesia dinilai akan membawa dampak negatif dari pada positifnya.
Di negara dengan sumber daya alam yang melimpah seperti Indonesia, solusi krisis energi lebih baik dengan mengeksplorasi energi terbarukan yang bersumber dari alam, bukan dari nuklir.
Demikian disampaikan oleh Liek Wilarjo, guru besar Fisika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga dan Iwan Kurniawan, salah seorang pakar fisika nuklir Indonesia dalam seminar “Pro dan Kontra Pembangunan PLTN di Jawa Tengah, Rabu (20/6).
“Kita masih punya matahari, angin, arus laut, panas bumi, biomassa, mikro hydro dan sebagainya yang bisa untuk pembangkit listrik. Kenapa harus nuklir,” kata Wilarjo.
PLTN bisa sebagai alternatif sumber listrik, tapi dampak yang ditimbulkan jauh lebih berbahaya karena semua reaktor nuklir menimbulkan radiasi yang menggaggu kesehatan dan kelangsungan manusia dan alam sekitar. Belum lagi kalau terjadi kebocoran reaktor.
“Tidak ada yang menjamin akan terjadi kebocoran pada reaktor. Apalagi kawasan Jepara merupakan daerah cincin api yang rawan gempa. Belum lagi, limbah nuklir yang harus disimpan sampai 40 tahun akan menimbulkan masalah baru,” ujarnya.
Menurut Iwan, penguasaan teknologi yang masih rendah, kultur dan budaya bangsa Indonesia yang korup dan kurang disiplin menjadikan PLTN sangat berbahaya. “Jika pembanguan konstruksi beton saja sering bermasalah, penangan lumpur Sidoarjo saja kita tidak bisa, bagaimana dengan pengelolaanreaktor nuklir yang rentan bocor”.
Sebagai ahli nuklir, Iwan tidak habis fikir kenapa pemerintah menjadikan PLTN sebagai solusi krisis listrik. “Negara maju seperti Amerika, Jerman dan Jepang saja sudah menghentikan pembangunan PLTN, kenapa Indonesia yang kaya sumberdaya alam justru akan membangun PLTN?”
Adapun menurut Ferhat Aziz dari Badan Tenaga Nuklir Nasional, pembangunan PLTN merupakan sebagai solusi atas krisis listrik yang dialami Indonesia. PLTN dianggap sebagai sumber listrik yang murah dan terbarukan.
Diperkirakan, kebutuhan listrik Indonesia pada 2025 mencapai 100 ribu megawatt. Terkait dengan bahaya radiasi yang dikhawatirkan, Ferhat menyatakan, tidak ada satu teknologi pun yang bebas dari resiko. “Teknologi nuklir saat ini lebih ekonomis serta tingkat keselamatan yang lebih tinggi.”
Pakar Teknik Kimia Universitas Diponegoro Semarang, Joko Purwono, mengatakan sekecil apapun radiasi dan kebocoran pada reaktor nuklir pasti ada. Radiasi dan kebocoran yang terbawa ke laut akan berubah menjadi isotop (D2O). Air yang mengandung isotop, jika terpani matahari berubah menjadi awan. “Awan akan menjadi hujan.”
Pada 1985, Joko menemukan beberapa orang Indonesia yang menderita kanker darah setelah mengkonsumsi susu impor dari Eropa. Ternyata, tragedi meledaknya reaktor nuklir di Chernobyl di Ukraina pada 1976, radiasinya masuk ke dalam susu sapi hingga puluhan tahun berikutnya. Sohirin, Rabu, 20 Juni 2007 | 18:17 WIB
Relasi Anti Nuklir : http://iwankurniawan.wordpress.com/2007/07/19/tenaga-nuklir-bukan-solusi-yang-tepat-atasi-krisis-listrik/
Read More...!
0
comments