Tenaga Nuklir Bukan Solusi yang Tepat Atasi Krisis Listrik
TEMPO Interaktif, Semarang:Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Semenanjung Muria, Jepara, Jawa Tengah, sebagai solusi atas krisis listrik yang terjadi di Indonesia, bukan solusi yang tepat. Pembangunan reaktor PLTN di Indonesia dinilai akan membawa dampak negatif dari pada positifnya.
Di negara dengan sumber daya alam yang melimpah seperti Indonesia, solusi krisis energi lebih baik dengan mengeksplorasi energi terbarukan yang bersumber dari alam, bukan dari nuklir.
Demikian disampaikan oleh Liek Wilarjo, guru besar Fisika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga dan Iwan Kurniawan, salah seorang pakar fisika nuklir Indonesia dalam seminar “Pro dan Kontra Pembangunan PLTN di Jawa Tengah, Rabu (20/6).
“Kita masih punya matahari, angin, arus laut, panas bumi, biomassa, mikro hydro dan sebagainya yang bisa untuk pembangkit listrik. Kenapa harus nuklir,” kata Wilarjo.
PLTN bisa sebagai alternatif sumber listrik, tapi dampak yang ditimbulkan jauh lebih berbahaya karena semua reaktor nuklir menimbulkan radiasi yang menggaggu kesehatan dan kelangsungan manusia dan alam sekitar. Belum lagi kalau terjadi kebocoran reaktor.
“Tidak ada yang menjamin akan terjadi kebocoran pada reaktor. Apalagi kawasan Jepara merupakan daerah cincin api yang rawan gempa. Belum lagi, limbah nuklir yang harus disimpan sampai 40 tahun akan menimbulkan masalah baru,” ujarnya.
Menurut Iwan, penguasaan teknologi yang masih rendah, kultur dan budaya bangsa Indonesia yang korup dan kurang disiplin menjadikan PLTN sangat berbahaya. “Jika pembanguan konstruksi beton saja sering bermasalah, penangan lumpur Sidoarjo saja kita tidak bisa, bagaimana dengan pengelolaanreaktor nuklir yang rentan bocor”.
Sebagai ahli nuklir, Iwan tidak habis fikir kenapa pemerintah menjadikan PLTN sebagai solusi krisis listrik. “Negara maju seperti Amerika, Jerman dan Jepang saja sudah menghentikan pembangunan PLTN, kenapa Indonesia yang kaya sumberdaya alam justru akan membangun PLTN?”
Adapun menurut Ferhat Aziz dari Badan Tenaga Nuklir Nasional, pembangunan PLTN merupakan sebagai solusi atas krisis listrik yang dialami Indonesia. PLTN dianggap sebagai sumber listrik yang murah dan terbarukan.
Diperkirakan, kebutuhan listrik Indonesia pada 2025 mencapai 100 ribu megawatt. Terkait dengan bahaya radiasi yang dikhawatirkan, Ferhat menyatakan, tidak ada satu teknologi pun yang bebas dari resiko. “Teknologi nuklir saat ini lebih ekonomis serta tingkat keselamatan yang lebih tinggi.”
Pakar Teknik Kimia Universitas Diponegoro Semarang, Joko Purwono, mengatakan sekecil apapun radiasi dan kebocoran pada reaktor nuklir pasti ada. Radiasi dan kebocoran yang terbawa ke laut akan berubah menjadi isotop (D2O). Air yang mengandung isotop, jika terpani matahari berubah menjadi awan. “Awan akan menjadi hujan.”
Pada 1985, Joko menemukan beberapa orang Indonesia yang menderita kanker darah setelah mengkonsumsi susu impor dari Eropa. Ternyata, tragedi meledaknya reaktor nuklir di Chernobyl di Ukraina pada 1976, radiasinya masuk ke dalam susu sapi hingga puluhan tahun berikutnya. Sohirin, Rabu, 20 Juni 2007 | 18:17 WIB
Relasi Anti Nuklir : http://iwankurniawan.wordpress.com/2007/07/19/tenaga-nuklir-bukan-solusi-yang-tepat-atasi-krisis-listrik/
Read More...!